YOGYAKARTA - Kalangan pelaku dunia pariwisata di Yogyakarta mengaku resah menyusul adanya larangan penggunaan maskapai penerbangan Garuda oleh Uni Eropa. Apalagi dunia pariwisata di Yogyakarta sampai saat ini belum pulih menyusul gempa bumi setahun lalu. Jika larangan itu betul diberlakukan, dipastikan dunia pariwisata di Yogyakarta bakal terpuruk lagi.
Hal yang demikian disamapikan Ketua ASITA(Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia) Yogyakarta, MA Desky kepada wartawan Sabtu siang tangal 7 Juli melaui ponselnya seputar diberlakukannya larangan Terbang Pesawat Indonesia ke Eropa termasuk di dalamnya Pesawat Garuda.Menurut Desky sampai saat ini memang belum ada pembatalan perjalanan kunjungan wisatawan khususnya dari turis Eropa. Itu bisa jadi karena peringatan Eropa baru diumumkan kemarin. Kami tidak tahu apakah seminggu atau dua minggu ke depan juga tetap tidak ada pembatalan," kata Ketua ASITA (asosiasi perusahaan perjalanan Indonesia) Yogyakarta, MA Desky.Lebih lanjut disampaikan Desky bahwa , anggota ASITA di Yogyakarta yang berjumlah 140 perusahaan, sampai saat ini juga belum melaporkan adanya pembatalan perjalanan turis asing. Namun jika sampai larangan Uni Eropa itu ditaati oleh masyarakat Eropa, kata dia, dipastikan banyak perusahaan di ASITA gulung tikar karena penghasilan utama ASITA berasal dari kunjungan turis.Ditambahkan , sebelum krisis ekonomi, kunjungan turis asing ke Yogyakarta mencapai 400 ribu per tahun. Namun setelah krisis, kata dia, angka itu anjlok hingga rata-rata 50 ribu turis yang masuk ke Yogyakarta per tahun. Tahun 2005, lanjutnya, angka kunjungan bisa naik mencapai 120 ribu setahun. Tapi tahun 2006 setelah dihantam gempa, kata dia, angkanya anjlok lagi hanya sekitar 65 ribu."Tahun 2007 ini, kami sebenarnya optimistis bisa mengembalikan kunjungan turis ke Yogyakarta ke angka 120 ribu karena sejak Januari lalu terlihat tren yang positif. Tapi dengan adanya larangan itu, kami menjadi ragu. Harapan kami pemerintah juga membantu masalah ini," kata Desky. Dilihat asal negara turis asing yang masuk ke Yogyakarta, kata Desky, peringkat pertama berasal dari Belanda kemudian Jepang, Korea dan negara Asia lainnya. Sementara negara Eropa di luar Belanda, kata dia, sebenarnya relatif kecil.
Menurut Desky, selama ini perjalanan turis asing tidak ada yang langsung menuju Yogyakarta. Semua turis asing yang masuk Yogyakarta, kata dia, merupakan limpahan atau masuk dulu di Bali dan Jakarta. Perusahaan anggota ASITA Yogyakarta yang biasa melayani turis asing, Alas Tour menyatakan, hingga saat ini memang belum ada pembatalan perjalanan wisata dari mancanegara. "Sampai hari ini, jadwal perjalanan masih normal belum ada pembatalan. Minggu depan, kami akan membawa belasan turis Eropa. Dan mudah-mudahan tidak dibatalkan," kata Aziz, karyawan pada Alas Tour.
Sumber: www.indonesia.go.id
Minggu, 26 Agustus 2007
Langganan:
Postingan (Atom)